Menyoal Kewenangan Polisi Aparat: Apa Saja yang Boleh dan Tidak Boleh Mereka Lakukan?
Menyoal kewenangan polisi aparatur sering kali menimbulkan perdebatan di masyarakat. Banyak yang bertanya, apa sajakah yang sebenarnya boleh dan tidak boleh dilakukan oleh polisi dalam menjalankan tugas mereka?
Menurut Pakar Hukum Pidana, Prof. Dr. Indriyanto Seno Adji, “Polisi memiliki kewenangan yang sangat luas dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Namun, kewenangan tersebut juga harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan sesuai dengan hukum yang berlaku.”
Salah satu hal yang boleh dilakukan oleh polisi adalah melakukan penangkapan terhadap pelaku tindak kriminal. Namun, penangkapan harus dilakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dan tidak boleh dilakukan secara semena-mena.
Menurut UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, polisi juga memiliki kewenangan untuk melakukan penggeledahan terhadap seseorang atau tempat tertentu jika diperlukan dalam rangka penyidikan suatu tindak pidana. Namun, penggeledahan harus dilakukan dengan izin dari pejabat yang berwenang dan disaksikan oleh saksi.
Namun, ada juga hal-hal yang tidak boleh dilakukan oleh polisi dalam menjalankan tugas mereka. Misalnya, polisi tidak boleh menggunakan kekerasan yang berlebihan dalam penangkapan atau penggeledahan. Hal ini diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 yang menyatakan bahwa polisi harus menjalankan tugas dengan menghormati hak asasi manusia.
Menurut Koordinator KontraS, Haris Azhar, “Kekerasan yang dilakukan oleh polisi terhadap masyarakat adalah pelanggaran terhadap hukum dan harus ditindaklanjuti secara hukum.”
Dengan demikian, menjawab pertanyaan tentang kewenangan polisi aparatur sebenarnya cukup sederhana. Mereka boleh melakukan tindakan yang sesuai dengan hukum dan prosedur yang berlaku, namun tidak boleh melanggar hak asasi manusia dan melakukan kekerasan yang berlebihan. Semua itu harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan profesionalisme.